Keterhubungan Agama, Masyarakat, dan Hak Asasi Manusia


Rabu, 04 Sep 2019 10:56 WIB | 5 tahun yang lalu | Pengetahuan

Keterhubungan Agama, Masyarakat, dan Hak Asasi Manusia

Menganut atau tidak memiliki agama adalah hak seseorang dan bersinggungan erat terhadap mendirikan peribadatan atau mengembangkan agama-nya. SKB Dua Menteri menjadi menyuburkan fanatisme terhadap agama. Gejala lain yang juga mengganggu prinsip kebebasan beragama adalah dikeluarkannya apa yang disebut perda-perda syariah, misalnya keharusan bagi pegawai perempuan pemerintah daerah untuk memakai jilbab. Kasus di beberapa daerah menjadi sumber konflik. Masalahnya bukan anti peraturan, melainkan peraturan produk kebudayaan Arab tidak bisa dipakai, di Indonesia yang berdasarkan masyarakat majemuk.

 

Kemerdekaan menganut agama merupakan kebebasan mengembangkan agamanya, bahkan mendirikan sekte (aliran) baru harus dilindungi. Karena itu, konsitusi negara menjamin Kebebasan Beragama untuk semua orang. Kebebasan tersebut mencakup penyiaran agama. Itu semua merupakan konsekuensi terhadap HAM dari kencenderungan masyarakat Indonesia yang religius dan beragama. Kebebasan beragama adalah HAM. HAM adalah hak yang melekat pada setiap orang dan tidak merupakan pemberian siapa pun, termasuk negara. Akan tetapi, HAM ini belum tentu memperoleh jaminan dari negara. Apabila negara telah mengakui dan melindungi HAM dalam konstitusi, maka HAM juga berarti bebas memeluk agama.

Negara berkewajiban melindungi pemeluk agama. Karena itu, negara pun tidak boleh mentolerir pengrusakan, dan pembakaran seperti yayasan STT Doulos atau gereja. Pembiaran ini dapat dianggap sebagai tindakan kriminal. Di lain pihak, kekerasan yang mengatasnamakan agama dan pelanggaran HAM, kini telah timbul berbagai macam lembaga untuk menegakkan kebebasan beragama. Komunitas tersebut menandakan timbulnya aliran-aliran politik liberal di Indonesia. Politik liberal di sini berarti politik yang menghargai individu dan HAM. Karena itu, jika negara memiliki komitmen terhadap HAM, maka kita harus mencegah dan menentang setiap pelanggaran hal-hal di atas. Penegakkan HAM merupakan fondasi dari demokrasi. Ketegasan negara pemilik otoritas penegakan HAM mengadili seadil-adilnya mereka yang memaksakan kehendaknya. Hal ini harus dibuktikan negara jika tidak mau tetap dicap sebagai negara demokrasi abu-abu.

HAM MENURUT KONSEP BARAT

Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.

Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.

Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.

Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:

  1. Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
  2. Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :

  1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
  2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
  3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.

HAM MENURUT KONSEP ISLAM

Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan.

Rasulullah saw pernah bersabda: 

"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.

Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.

Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah.

Allah berfirman:

"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)

Jaminan Hak Pribadi

Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)

Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah pintu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.

Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat.

Rasulullah saw bersabda: 

"Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." 

Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: 

"Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan kalian."

Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.

Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuktajassus yang dilarang agama.

Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM

Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:

  1. Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi.

Misalnya: 

"Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)

  1. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan qishas.
  2. Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup.

Misalnya: 

"Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat.

  1. Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan.

Misalnya: 

"... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)

  1. Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.

Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat.

Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: 

"Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).

Rumusan HAM dalam Islam

Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia.

Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’.

Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda:

"Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." 

Seorang lelaki bertanya:

"Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahai rasulullah ?" 

Beliau menjawab:

"Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).

Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. 

"Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).

  1. Hak-hak Alamiah

Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).

  1. Hak Hidup

Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayat pun dijaga oleh Allah.

Misalnya hadist nabi: 

"Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).

  1. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi

Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain.

Firman Allah: 

"Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).

Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim.

 Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: 

"Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." 

Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.

Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256).

Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang.

Firman Allah: 

"Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42).

Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli.

Firman Allah: 

"Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).

  1. Hak Bekerja

Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin.

Nabi saw bersabda: 

"Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari).

Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: 

"Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).

  1. Hak Hidup

Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah :

  1. Hak Pemilikan

Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah:

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188).

Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan.

Sabda nabi saw: 

"Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)

Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya.

Sabda nabi saw: 

"Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat."

Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.

  1. Hak Berkeluarga

Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Allah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.

Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. 

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)

  1. Hak Keamanan

Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda.

Firman Allah: 

"Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).

Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya.

Dia berkata: 

"Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj).

Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.

Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena.

Peringatan rasulullah saw: 

"Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah).

Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan.

Sabda nabi saw: 

"Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).

Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta.

Firman Allah: 

"Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).

  1. Hak Keadilan

Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima.

Firman Allah swt: 

"Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya."(QS. 4: 148).

Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup.

Sabda nabi saw: 

"Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya.

Rasulullah saw bersabda: 

"Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi).

Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun.

 Sebab rasulullah menegaskan: 

"Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah).

 Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.

  1. Hak Saling Membela dan Mendukung

Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka.

Sabda nabi saw: 

"Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).

  1. Hak Keadilan dan Persamaan

Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum.

Sabda nabi saw: 

"Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan:

"... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." 

Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.

Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: 

"Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."

Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah

Sebagian orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan kritik terhadap kelayakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia modern. Disana terdengar suara menuntut persamaan hak laki-laki dengan wanita, kecaman terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non muslim). Dan bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah inti misi Al-Qur’an.

Orang-orang dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan dirinya keluar dari agama Islam (riddah) yang ancaman hukumannya sangat berat. Namun jika mayoritas ummat Islam menghendaki hukuman syari’ah atas mereka, maka jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak menyebutkan sanksi riddah. Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak memiliki kekuatan legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.

Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dipahami, yaitu :

  1. Kebebasan yang diartikan dengan kebebasan tanpa kendali dan ikatan tidak akan dapat ditemukan di masyarakat manapun. Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah tidak dibenarkannya keluar dari aturan umum dalam negara. Maka tidak ada kebebasan mengecam hal-hal yang dipandang oleh negara sebagai pilar-pilar pokok bagi masyarakat.
  2. Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam, melainkan menjamin kebebasan kepada non-muslim untuk menjalankan syari’at agamanya meskipun bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, manakala ada seorang muslim yang mengklaim bahwa agamnya tidak sempurna, berarti ia telah melakukan kesalahan yang diancam oleh rasulullah saw: 

"Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).

  1. Meskipun terdapat kebebasan dalam memeluk Islam, tidak berarti bagi orang yang telah masuk Islam mempunyai kebebasan untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
  2. Dalam Islam tidak ada konsep rahasia di tangan orang suci, dan tidak ada pula kepercayaan yang bertentangan dengan penalaran akal sehat seperti Trinita dan Kartu Ampunan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi penentang Islam untuk keluar dari Islam atau melakukan perubahan terhadap Islam.
  3. Islam mengakui bahwa agama Ahli Kitab. Dari sini Islam membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita Ahli Kitab, karena garis nasab dalam Islam ada di tangan laki-laki.
  4. Sanksi riddah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana ibadah dan muamalah lainnya. Al-Qur’an hanya menjelaskan globalnya saja dan menugaskan rasulullah saw menjelaskan rincian hukum dan kewajiban.

Firman Allah: 

"Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya." (QS. 16: 44)

 

AGAMA DAN MASYARAKAT

Akan ditelusuri beberapa segi agama yang dirasa perlu mendapat prioritas dalam pengkajiaannya. Pertama, akan diberikan definisi agama menurut pemahaman sosiologi. Kemudian akan ditelusuri pengaruh timbal balik antara gama dan masyarakat, yaitu fungsi agama terhadap masyarakat. Lalu pengaruh agama atas stratifikasi sosial. Pengaruh agama atas bidang-bidang kehidupan manusia. Akahirnya akan disoroti masalah kelestarian agama dalam masyarakat.

Definisi Agama

Baiklah kiranya ditekankan kembali bahwa pemahaman sosiologi atas agama tidak ditimba dari “pewahyuan” yang datang dari “dunia luar”, tetapi diangkat dari eksperiensi, atau pengalaman konkret sekitar agama yang dikumpulkan dari sana-sini baik dari masa lampau (sejarah) maupun dari kejadian-kejadian sekarang. Dengan kata singkat, definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluatif (menilai). Ia “angkat tangan” mengenai hakekat agama, baik atau buruknya agama atau agama-agama yanng tengah diamatinya. Dari pengamatan ini ia hanya sanggup memberikan definisi yang deskriptif (menggambarkan apa adanya), yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialamai pemeluk-pemeluknya.

Fungsi agama bagi manusia dan masyarakatnya

Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya. Berdasarkan pengalaman dan pengalaman analitis dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dikembalikan pada tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan. Untuk mengatasi itu semua manusia lari kepada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif dalam menolong manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan suatu fungsi tertentu kepada agama.

Faktor-faktor pendorong masuk agama

Pengkajian ini bertolak dari kejadian-kejadian masa lampau yang telah dicatat dalam sejarah, dan kejadian-kejadian aktual yang masih terjadi dimana-mana, yaitu kenyataan masuknya orang perorangan atau kelompok dalam suatu agama. Coba hadirkanlah kejadian-kejadian itu dalam bayangan kita; amillah terlebih dahulu peristiwa yang terjadi di negara kita sendiri, kemudian ditambah dengan data-data yang serupa dari luar negeri. Contoh: bukan saja pada zaman dahulu, tetapi juga pada zaman sekarangmasih terjadi bahwa perorangan atau kelompok dari kepercayaan animisme masuk suatu agama besar. Istilah sederhananya : dia atau mereka masuk agama Hindu atau Budha, masuk Islam, masuk Kristen dan seterusnya. Bahkan tidak jarang terjadi bahwa seseorang atau kelompok yang sudah memeluk agama besar tertentu berpindah ke agama besar lain. Jelasnya dari Islam masuk ke Kristen, dan sebaliknya.

Menurut Max Heirich ada empat faktor yang mendorong orang masuk atau pindah agama. Secara ringkas hal itu akan disebutkan dibawah ini:

  1. Dari kalangan ahli teologi: faktor pengaruh ilahi. Seseorang atau kelompok masuk atau pindah agama karena didorong oleh karunia Allah. Tanpa adanya pengaruh khusus dari Allah orang tidak sanggup menerima kepercayaan yang sifatnya radikal mengatasi kekuatan insani. Dengan kata lain, untuk berani menerima hidup baru dengan segala konsekuensinya diperlukan bantuan istimewa dari Allah yang sifatnya cuma-Cuma.

Komentar dari para ilmu sosial sudah jelas, bahwa pengaruh ilahi itu tak terjangkau oleh pengamatan sosial. Maka bidang tersebut tidak menjadi kompetensi ilmu-ilmu sosial.

  1. Faktor kedua datang dari kalangan psikologi: pembebasan dari tekanan batin. Tekanan batin sendiri itu timbul dalam diri seseorang karena pengaruh lingkungan sosial. Orang lalau mencari jalan keluar dengan mencari kekuatan lain, yaitu masuk agama.
  2. Faktor ketiga dikemukakan oleh kalangan ahli pendidikan : situasi pendidikan (sosialisasi).
  3. Faktor keempat diketengahkan oleh kalangan ahli sosial: aneka pengaruh sosial.

Proses masuk atau pindah agama

Masalah masuk atau pindah agama menjadi masalah yang menarik karena hal itu menyangkut perubahan batin yang mendasar dari orang atau kelompok yang bersangkutan. Setelah kita mengetahui faktor-faktor yang dianggap berperan atau berpengaruh atas konversi religius, sekarang ini kita akan mengkaji lebih lanjut fenomena masuk agama sebagai suatu proses pengalaman yang berjalan relatif lama. Persoalan yang hendak kita cari jawabannya ialah: bagaimana jalannnya pertobatan itu dari titik awal hingga titik akhir? Bagaimana faktor-faktor pendorong yang telah kita ketahui dalam uraian sebelumnya mengerjakan pengaruhnya atas proses perubahan jiwa orang yang “bertobat”? sejauh mana agama baru yang dihubungi seseorang ikut berperan dalam proses itu? Aspek-aspek manakah yang menarik anggota baru sehingga ia mengambil keputusan untuk meninggalkan kepercayaan yang lama dan memasuki agama baru itu?

Unutk menjawab soal-soal diatas dengan tuntas sosiologi agama menyadari sepenuhnya kekeruangmampuannya, karena masalah tersebut untuk sebagian menyangkut daerah tertentu yang tidak termasuk kompetensinya, ialah masalah kejiwaan (psikologis) dan masalah keimanan. Maka dari itu kita akan memanfaatkan hasil-hasil penelitian dari sejumlah hasil psikososiologis mengenai masalah tersebut. Namun harus dikatakan sekali lagi bahwa ilmu pembantu yang baru disebut tadi emnyadari keterbatasannya, karena ia tidak dapat dan tidak berhak memasuki suatu “daerah” yang penuh misteri, yang hanya menjadi kompetensi dari teologi, yaitu yang khas merupakan masalah iman dan rahmat Tuhan.

Perbedaan suku dan ras pemeluk agama

Bahwa perbedaan suku dan ras berkat adanya agama bukan menjadi penghalang untuk menciptakan hidup persaudaraan yang rukun, hal itu sudah terbukti oleh kenyataan yng menggembirakan. Dan hal itu tidak perlu dibicarakan lagi. Yang menjadi masalah disini ialah. Apakah perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar umat manusia? Khususnya apakah suatu negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan yang menerima adanya agama yang berbeda-beda bukannya membina dan memperkuat unsur peneybab yang lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan bangsa dan negara itu?

Bahwa faktor ras itusendiri terlepas dari agama sudah membuktikan bertambahnya permusuhan dan pencarian jalan keluarnya, dan kesemuanya itu menjadi bahan menarik dalam diskusi ilmiah maupun dalam kalangan kaum politisi, adaalh merupakan masalah yang ettap aktual yang tidak dijadikan sasaran dari pembicaraan kita sekarang ini. Masalah itu telah menjadi bahan pembicaraan ilmiah dari ilmu bilogi dan politik.

Kerukunan sebagai tugas setiap agama

Kerukuanan sendiri belum merupakan nilai terakhir, tetapi baru merupakan suatu sasaran yang harus ada sebagai “conditio sine qua non” untuk mencapai tujuan lebih jauh yaitu situasi aman dan damai. Situasi ini maat dibutuhkan semua pihak dalam masyarakat untuk memungkinkan penciptaan nilai-nilai spiritual dan material yang sma-sama dibutuhkan untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi.

Di seluruh dunia kini telah tumbuh suatu kesadaran yang semakin mendalam bahwa manusia-manusia dari tradisi keagamaan yang berbeda harus bertemu dalam kerukunan dan persaudaraan daripada dalam permusuhan. Cita-cita diatas pada intinya memang merupakan ajaran fundamental dari setiap agama. Kiranya hal itu bukanlah sekedar cita-ita tetapi tugas kewajiban yang harus dilaksanakan dan diwujudkan dalam kenyataan oleh setiap agama. Adanya tugas yang suci itu ditemukan dalam setiap agama dan dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang berbeda baik kata-kata maupun nuansanya, namun sama hakekatnya. Disini kiranya tidak perku diturunkan ayat-ayat dari Kitab Suci setiap Agama, untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya salah pilih menegnai bobot dan lengkapnya ayat-ayat yang dikemukakan.

Tetapi patut disayangkan bahwa cita-cita keselamatan dan kedamaian itu tidak selalu menjadi kenyataan yang merata dimana-mana. Sebagai gantinya terjadilah yang sebaliknya, yaitu permusuhan dan bentrokan antar umat beragama. Inilah yang sering menjadi ironi dari agama, atau bahkan lebih buruk lagi yaitu tragedi agama. Tragedi tersebut memang sering terjadi, terutama dinegara-negara dengan pluralitas agama seperti di India dan d Indonesia. Memang terdapat temapat-tempat tertentu didunia ini, misalnya di Amerika Serikat, dimana perbedaan agama tidak menimbulkan persoalan, dan golongan penganutnya bergaul dengan saling terbuka. Begitupun terhadap berbagai kesempatan tertentu seperti di Indonesia pada hari raya Idul Fitri dan Natal, dimana umat yang terdiri dari penganut agama islam, katolik kristen, hindu dan kepercayaan, bersama-sama mengikuti perayaan keagamaan dari salah satu agama.

Namun dikebanyakan bagian dunia dimana terdapat pluralitas agama pertemuan yang sungguh-sungguh amat minim, dan hanya terbatas pada pertemuan yang dangkal sekedar memenuhi norma sopan santun hidup shari-hari. Jarang sekali dapat disaksikan seorang kristen misalnya, bertemu dengan seorang muslim seperti manusia bertemu dengan manusia pada tingkat kejiwaan yang lebih dalam dari eksistensi manusia. Sedangkan justru itulah yang dituntu oleh agama.

Jadi jelaslah bahwa masih terdapat tembok pemisah yang menghalangi pergaulan yang akrab antara pemeluk agama yang berlainan. Tembok pemisah itu tidak lain adalah perbedaan antara agama dan kepercayaan. Dan hal itu bukannya tidak disadari pihak-pihak yang bersangkutan. Adalah suatu hal yang menggembirakan bahwa semua pihak tidak hendak membiarkan rintangan itu berada terus-menerus, dan bahwa mereka bersama-sama mencari jalan keluar dari kesulitan ini, untuk kemudian bersama-sama menciptakan situasi hidup bersama yang bernafaskan kerukunan.

Sekarang ini kita hidup dalam suatu zaman dimana kerukunan tidak dapat dielakkan. Pertama, kita tidak hidup dalam masyarakat tertutup yang dihuni satu golongan satu pemeluk agama yang sama, tetapi dalam masyarakat modern, dimana komunikasi dan hidup bersama dengan golongab beragama lain tidak dapt ditolak demi kelestarian dan kemajuan masyarakat itu sendiri.

Dengan kata lain, kita hidup dalam masyarakat plural baik kepercayaan maupun kebudayaannya. Kalau keharusan untuk menciptakan masyarakat agama yang berjiwa kerukunan atas desakan dari ajaarn agama akan dikesampingkan, atau tidak dihiarukan, maka mau tidak mau kita dihadapkan kepada situasi lain. Kita dituntut oleh situasi untuk bekerja sama dengan semua pemeluk agama untuk bersama-sama menjawab tantang baru yang berukuran nasional dan internasional, antara lain ketidakadilan, teorisme internasional, kemiskinan strktural, sekularisme kiri. Kesemuanya tidak mungkin diatasi oleh satu golongan agama tertentu, tetapi membutuhkan konsilidasi dari segala kekuatan baik moral, spiritual maupun material dari semua umat beragama. Sekarang ini umat beragama mengalami ujian berat untuk membuktikan kepada dunia bahwa agama-agama masih mempunyai arti yang relevan bagi kepentingan umat manusia dan dunianya.

Dialog antar umat beragama

Dialog antar umat beragama merupakan jalan yang paling sesuai untuk diambil sebagai langkah pertama menuju kerukunan dan perdamaian.

Arti dialog pada umumnya

Kata dialog bersala dari bahasa Yunani “dia-logos”, artinya bicara antara dua pihak, atau “dwiwicara”. Lawannya adalah “monolog” yang berarti “bicara sendiri”. Arti sesungguhnya (definisi) dari dialog ialah: percakapan antara dua orang atau lebih dalam mana diadakan pertukaran nilai yang dimiliki masing-masing pihak. Lebih lanjut dialog berarti pula: pergaulan antara pribadi-pribadi yang saling memberikan diri dan berusaha mengenal pihak lain sebagaimana adanya. Berdialog merupakan kebutuhan hakiki dari manusia sebagai makhluk sosial. Dari studi psikologi patologi disimpulkan bahwa manusia yang normal membutuhkan dialog, membuka diri kepada rang lain. Prinsip psikologis itu memang harus mendasari dialog yang sejati:

  1. Keterbukaan terhadap pihak lain
  2. Kerelaan berbicara dan memmberikan tanggapan kepada pihak lain.
  3. Saling percaya bahwa kedua belah pihak memberikan informasi yang benar dan cara nya sendiri.

Maka tujuan dialog bukanlah sesuatu yang negatif, bukan menyalhkan komunikasi, bukan memberikan jawaban atas apa yang dihadapi pihak lain; bukan mencarai pemufakatan dari pihak lain; bukan mencari kompromi. Boleh jadi ada mufakat, namun itu bukan tujuan utamanya. Tujuan dialogi adalah sestu yang positif yaitu, memberikan informasi dan nilai-nilai yang dimiliki, lalu membantu pihak lain mengambil keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan. Tak peduli apakah keputusan itu “ya” atau “tidak”, karena keduanya sama pentingnya. Jadi dalam dialog sifat yang berbeda-beda dari peserta dihargai. Disini tidak ada soal “kalah” atau “menang”. Yang penting adalah tumbuhnya saling pengertian, obyektif dan kritis; menumbuhkan kembali alam kejiwaan yang semula tertutup oleh tirai pemisah karena tidak adanya saling penegrtian kepada alam dan bentuk kejiwaan yang otentik dan segar, yang memungkinkan dua belah pihak mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi yang sejati. Disadari atau tidak memang benar (psikologi sosial): bahwa manusia hanya dapat menjadi diri sendiri dalam alam perjumpaan personal dimana ada penyapaan dan tanggapan. Dialog yang baik akan mengarah kepada terciptanya pertemuan pribadi-pribadi yang bentuk konkretnya berupa kerja sama demi kepentingan bersama.

Hakikat Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia merupakan hak yang bersifat kodrati yang merupakan rahmat Tuhan bagi seluruh manusia. Hak asasi manusia yang paling fundamental ada dua macam, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak inilah lahir hak – hak asasi lainnya. Persamaan derajat antarmanusia merupakan titik tolak semua hak yang ada di muka bumi yang merupakan milik mutlak manusia.

Hakikat hak asasi manusia adalah sebagai berikut :

  1. HAM merupakan millik mutlak Tuhan yang diberikan kepada             manusia
  2. HAM merupakan citra diri manusia yang memiliki harkat dan      martabat kemanusiaan yang sama

dengan seluruh makhluk         tuhan lainnya

  1. HAM berkaitan dengan kewajiban yang harus dilaksanakan
  2. Hakikat HAM adalah persamaan dan kemerdekaan hidup manusia
  3. Persamaan dan kemerdekaan menimbulkan hak – hak manusia lainnya dan jika persamaan dan kemerdekaan tidak diperoleh manusia, hak – hak asasi lainnya tidak akan muncul.

Prinsip – prinsip Dasar HAM

            Diantara prinsip dasar yang termuat dalam HAM yang universal antara lain prinsip persamaan, kebebasan dan keadilan. Prinsip – prinsip ini mencakup hak atas hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya serta hak kolektif.

            Prinsip persamaan merupakan bentuk pengakuan yang bersifat kolektif yang tumbuh dari kesadaran insani dalam melihat memposisikan orang lain sederajat secara kemanusiaan. Prinsip kebebasan dimuat dalam HAM merupakan klaim bahwa seseorang dapat berbuat dan bertindak sesuai dengan hak – hak yang dimilikinya. Akan tetapi, perbuatan dan tindakan tersebut dibatasi oleh hak – hak orang lain.

            Prinsip keadilan merupakan prinsip dasar yang menjadi pilar utama HAM yang universal. Keadilan tidak hanya dalam aspek hukum, ekonomi, dan politik tetapi juga dalam segala dimensi kehidupan masyarakat. Faktor utama munculnya krisis multidimensi dalam kehidupan masyarakat adalah keadilan. Meskipun keadilan menurut HAM adalah terjaminnya keseimbangan antara hak dan kewajiban antar – setiap individu.

Dalam UUD 1945 (amandemen I – IV UUD 1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari :

  1. Hak kebebasan mengeluarkan pendapat
  2. Hak kedudukan yang sama didalam hukum
  3. Hak kebebasan berkumpul
  4. Hak kebebasan beragama
  5. Hak penghidupan yang layak
  6. Hak kebebasan berserikat
  7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan

Arti agama

Agama adalah sebuah realitas yang senantiasa melingkup manusia. Agama muncul dalam kehidupan manusia dalam berbagi dimensi dan sejarahnya. Maka memang tidak mudah mendefinisikan agama. Termasuk menggolongkan seseorang apakah ia terlibat dalam suatu agama atau tidak. Mungkin seseorang dianggap termasuk pengikut suatu agama tetapi ia mengingkarinya. Mungkin sebaliknya seseorang mengaku memeluk sebuah agama, padahal sesungguhnya sebagian besar pemeluk agama tersebut mengingkarinya.

Agama (religion) dalam pengertiannya yang paling umum diartikan sebagai sisitem orientasi dan objek pengabdian. Dalam pengertian ini semua orang adalah makhluk religious, karena tak serang pun dapat  hidup tanpa suatu sistem yang mengaturnya dan tetap dalam kondisi sehat. Kebudayaan yang berkembang di tengah manusia adalah produk dari tingkah laku keberagamaan manusia.

Dalam bahasa Alquran “din” diartikan sebagai agama. Kata din yang berasal dari akar bahasa Arab dyn mempunyai banyak arti pokok, yaitu keberhutangan, kepatuhan, kekuasaan bijaksana, dan kecenderungan alamai atau tendensi. Dalam keadaan seseorang mendapatkan dirinya berhutang kesimpulannya ialah bahwa orang itu menundukan dirinya dalam arti menyerah dan patuh kepada hukum dan peraturan yang mengatur hutang.

Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :

  1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam.
  2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubugan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.
  3. Sinten nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannyatersebut.

Jenis-jenis agama

Ditinjau dari sumbernya agama di bagi menjadi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu adalah agama agama yang di terima oleh manusia dari allah sang pencipta melalui malaikat jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh rasulnya kepada umat manusia. Wahu-wahyu dilestarikan melalui al-kitab, suhuf (lembaran-lembaran bertulis) atau ajaran islam.

Agama bukan wahyu bersandar semata-mata  kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam. Contohnya agama budha yang berpankal pada ajaran Shidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu. Meskipun pada umumnya tidak diakui secara formal, sesungguhnya banyak isme-isme yang dianut oleh manusia berlaku pula sebagai agama bukan wahyu.

Ditinajau dari segi misi penyebarannya ada agama  misionari dan agama bukan misionari. Agama misionari adalah agama yang menuntut penganutnya untuk menyebarkan ajaran-ajarannya kepada manusia lainnya. Agama bukan misionari adalah agama yang tidak menuntut penganutnya untuk menyebarkan ajarannya kepada orang lain. Jadi cukup disebarkan kepada lingkungan tertentu yang menjadi misi utamanya. Agama islam sangat jelas dan tegas menekankan aspek misionarinya.

Hubungan Manusia Dengan Agama

Kenyataan ditemukan berbagai macam agama dalam masyarakat sejak dahulu hingga kini membuktikan bahwa hidup dibawah sistem keyakinan adalah tabiat yang merata pada manusia. Tabiat ini telah ada sejak manusia lahir sehingga tidak ada  pertentangan sedikit pun dari seseorang yang tumbuh dewasa dalam sebuah sistem kehidupan. Agama-agama yang berbeda-beda tumbuh dan berkembang ddi dalam masyarakat tersebut.

Pendapat bahwa kemunculan alam ini sebagai sebuah proses kebetulan sangat tidak memuaskan hati manusia dari masa ke masa. Bahkan teori-teori tentang  peluang tidak dapat menjawab proses-proses penciptaan pada makhluk bersel satu sekalipun yanh berupakan bagian yang amat kecil dengan penciptaan. Keberadaan sang pencipta lebih mendatangkan resa tentram pada intelek manusia.

Proses terjadinya hujan, pergerakan planet-planet mengelilingi matahari, burung-burung yang mengudara dengan riangnya dan mengembara ke berbagai belahan dunia menempuh jarak puluhan ribu kilometer, keunikan lebah menata masyarakatnya dan lain-lain sebagainya seakan-akan mencerminkan sikap ketundukan kepada hukum universal yang diletakkan sang pencipta dialam raya ini. Oleh karena itu penyembahan manusia kepada pencipta adalah suatu bagian dari karakteristik penciptaan itu sendiri sebagaimana ketundukan satelit mengorbit pada planetnya.

Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasa berpikir. Oleh karena itu pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari muka bumi ini. Penyimpangan dari sebuah ajaran agama dalam sejarah kehidupan manusia dapat diketahui pada akhirnya oleh pemenuhan kepuasan berpikir manusia yang hidup kemudian.

Konsistensi keagamaan

Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu mengatakan realitas secara benar dan apa adanya. Namun manusia juga memiliki keterampilan kejiwaan lain yang dapat menutupi apa-apa yang terlintas dalam hati nuraninya, yaitu sifat berpura-pura. Meskipun demikian seseorang berpura-pura hanya dalam situasi tertentu yang sifatnya temporal dan aksidental. Tiada keberpura-puraan yang permanen dan esensial.

Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati nuraninya terhadap agama yang dipeluknya. Konsistensi ini akan membekas pada seluruh aspek kehidupannya membentuk sebuah pandangan hidup. Namun membentuk sikap konsisten juga bukanlah persoalan yang mudah. Di antara langkah-langkahnya adalah :

  1. Pengenalan

Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya sehingga bias membedakannya dengan agama yang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pokok dan cabang yang terdapat dalam sebuah agama.

  1. Pengertian

Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat, tempat dari mana seharusnya  kita memandang. Mengapa suatu ajaran diajarkan, apa faedahnya untuk kehidupan pribadi dan masyarakat. Sesorang yang mengerti ajaran agamanya akan dengan mudah mempertahankannya dari upaya-upaya pengacuan orang lain. Ia juga dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah.

  1. Penghayatan

Penghayatan terhadap suatu ajaran agama lebih tinggi nilainya daripada sekedar pengertian. Ajaran yang hidup dalam dan menjadi sebuah kecenderungan yang instingtif mencerminkan tumbuhnya sebuah kesatuan yang tak terpisahkan antara agama dan kehidupan.

Interaksi seseorang terhadap ajaran gamanya  pada fase ini tidak sekedar dengan pikirannya tetapi lebih masuk ke relung-relung hatinya. Dengan penghayatan yang dalam seseorng dapat mengamalkan ajaran agamanya, melahirkan keyakinan  atau keimanan yang mendorongnya untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas.

  1. Pengabdian

Seseorang yang tidak lagi memiliki ambisi pribadi dalam mengamalkan ajarannya akan dapat memasuki pengbdia yang sempurna. Kepetingan hidupnya adalah kepentingan agamanya, tujuan hidupnya adalah tujuan agamanya, dan jiwanya adaah warna agamanya. Orang yang memasuki fase bagaikan sudah tak memiliki dirinya lagi, karena demikianlah hakikat penghambatan. Fase pemnghambatan ini sudah disebut ibadah, yakni penyerahan diri secara total dan menyeluruh kepada tuhannya. Penghambatan ini akan menjelmakan pengamalan cara ibadah tertentu (ritual) dan meletakkan seluruh hidupnya dibawah pengabdian kepada tuhannya.

  1. Pembelaan

Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi maka tak boleh ada lagi perintang yang menghalang jalannya agama. Rintangan terhadap agama adalah rintanagn terhadap dirinya sendiri sehingga ia akan segera melakukan pembelaan. Ia rela mengorbankan apa saja yang ada pada dirinya harta benda bahkan nyawa, bagi nama baik dan keagungan agar dipeluknya. Pembelaan ini yang disebut jihad, yaitu suatu jiwa yang sungguh-sungguh dalam membela agamanya.

Secara fitriah manusia membutuhkan agama sebagai pegangan hidup, karena itu sejarah agama sama panjangnya dengan sejarah manusia. Karena itu sejarah mencatat aneka macam agama yang di anut  oleh manusia sejak dahulu sampai hari ini, baik agama yang berasal dari olah piker manusia maupun agama yang diturunkan melalui wahyu yang diterima rasul-rasul.

Agama-agama besar yang dianut manusia di dunia antara lain agama yahudi, nasrani, hindu, budha, dan islam. Agama yahudi, nasrani dan islam dikelompokkan oleh sebagia para ahli kedalam kelompok agama samawi dan para ahli meneglompokkan agama yahudi dan nasrani tidak lagi dipandang agama samawi murni, karena mereka berpendapat bahwa kitab suci kedua agama tersebut telah mengalami perubahan, yaitu terdapatnya intervensi pemikiran manusia ke dalam kitab suci mereka (Charles Adam dalam Daud Ali:73).

Agama-agama selain islam pada umumnya bersifat local untuk masyarakat tertentu, misalnya yahudi untuk bani israil saja, sedangkan agama islam ditunjukan seluruh manusia sepanjang zaman.

Agama islam adalah agama wahyu satu-satunya yang memiliki kitab suci yang asli dan autentik, tidak mengalami perubahan sejak diturunkannya pada abad ke-6 Masehi sampai sekarang bahkan sampai akhir zaman.

Rasul yang menerima, wahyu allah bernama Muhammad putra Abdullah yang memiliki sislsilah dan keturunan yang jelas. Beliau dilahirkan di mekkah tahun 571 Masehi dan mendapat wahyu yang pertama kali ketika beliau berusia 40 tahun. Sejarah hidupnya tercatat dengan lengkap dan jelas sejak kelahirannya sampai meninggal dunia. Isi kitabnya(Alquran) semuanya firman allah yang disampaikan dengan bahasa Arab, salah satu bahasa yang telah, sedang dan akan digunakan manusia sepanjang masa.

Agama islam diturunkan untuk seluruh manusia yang hidup sepanjang zaman hingga kehidupa dunia berakhir. Ia diturunkn untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia guna mencapai kesejahteraan hidupnya didunia dan diakhirat. Dengan demikian jelaslah perbedaan antara agama islam dengan agama-agama lain dan semakin jelas pila kesempurnaanya sebagai satu-satunya agama yang diturunkan allah ke muka bumi.

PUSTAKA

Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan agama islam pada perguruan tinggi umum. Jakarta: Departemen Agama RI.

Darajat, Zakiyah. Dkk. 1999. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Hendropuspito. 1983. Sosiologi Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulya.


Rijalul Fahmillah | 5 tahun yang lalu | Pengetahuan 0 comments
komentar ( 0 )

Tulis Komentar :